Selasa, 14 Desember 2010

MATERI

Tidak semua perubahan mampu diterima oleh masyarakat. Menurut Paul B Horton sikap yang demikian dinamakan proses penerimaan selektif dalam masyarakat. Berikut ini 3 wujud sikap kritis dalam menerima sebuah perubahan

1. Golongan Konservatif

Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang mendukung nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin, conservāre, melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan". Karena berbagai budaya memiliki nilai-nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-beda pula. Sebagian pihak konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, the status quo ante.

Para penganut paham konservatisme akan sangat skeptis dalam menerima sebuah perubahan. Hal ini di karenakan mereka yang mengagungkan masa lampau dan nenek moyang. Selain itu mereka terikat oleh tradisi serta upacara keagamaan. Dengan demikian suatu perubahan akan berjalan statis, dan mereka yang berada di dalam kebuyaan tersebut akan beranggapan bahwa kebudayaan itu seharusnya tetap demikian seterusnya.. Bahkan sikap yang demikian akan menibulkan sikap etnosentrisme (menganggap bahwa adat isiadat mereka tetap dan abadi).

Sebenarnya dalam masyarakat yang demikian, meskipun sudah dipertimbangkan masak-masak tetpa memiliki kemungkinan kecil untuk diterapkan. Perubahan apapun yang terjadi dalammasyarakat itu akan selalu berlangsung lambat, sehingga sulit untuk diamati dengan jelas.

Sebagai contoh Kelompok Amish di Amerika Serikat. Mereka hamptir menolak seluruh bentuk perubahan, kecuali perubahan tersebut berkaitan dengan teknik pertanian. Kelompok Amish menganggap jika para pemuda-pemudi mereka memiliki kemudahan untuk menonton film, televise, mengendarai kendaraan bermotor, dan membeli makanan siap santap, maka nilai- nilai tradisional mereka akan punah.




2. Golongan Progresif

Progresifisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. Tidak pernah sampai pada yang paling ekstrim, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara nilai dengan indifidu yang telah disimpan dalam kebudayaan.

Golongan Progresif sangat proaktif dalam menerima perubahan. Mereka senantiasa melakukan ekperimen-eksperimen baru untuk terciptanya sebuah penemuan. Terkadang mereka bersikap kritis menghadapi sebuah perubahan itu. Bahkan Golongan ini dapat menjadi agent of change dalam masyarakat.

Mereka mampu menyuarakan sebuah perubahan dalam masyarakat. Terdapat sebuah semboyan yang dianut oleh kaum progesifisme : “Kita tidaklah sedang menciptakan sebuah Transformasi sosial, rakyatlah yang melakukan Transformasi social, yang kita lakukan adalah mendorong kesadaran rakyat menuju Transformasi sosial dan mempersiapkan momentum itu.”

Penganut paham ini biasanya Mereka yang memiliki alam pemikiran bersifat luas, dapat diperoleh melalui pendidikan. Semakin terdidik orang itu, maka semakin terbuka dan luasnya pemikirannya. Kondisi lain yang harus pula diperhatikan adalah bahwa alam pikiran modern lebih berorientasi pada keadaan sekarang serta keadaan-keadaan mendatang daripada terhadap keadaan-keadaan yang telah lalu.

3. Golongan Moderat

Golongan ini merupakan golongan yamg konsisten. Artinya Mereka tetap menjalankan tradisi yang dipegang, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi. Kaum Moderat tidak seenaknya menerima sebuah perubahan. Mereka melakukan filterisasi terhadap perubahan yang terjadi.

Sebagai contoh, Sebagai ilustrasi, Wali Songo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah jawa yang secara kasat mata tidak ada korelasinya dengan pelaksanaan syari'at. Namun pada kesempatan yang lain wali songo tak segan-segan nenghukum mati Syekh Siti Jenar, yang secara ilmu dzahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak dengan pengakuannya, semisal aku adalah Allah. Para Wali Songo ini hanyalah melaksanakan kaidah syari'at serta mengkiaskan hadits. Keputusan Wali Songo dalam menghukum mati Syekh Siti Jenar adalah upaya melaksanakan syari'at Islam secara utuh tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dengan dzahir kaidah syari'at.
Kelompok konsisten di masa kini sudah seharusnya meneladani sikap dan prilaku serta ajaran Wali Songo ini, yaitu saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syari'at, semisal terhadap tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar